Ikan Sidat Lahir di Indonesia tapi Besar di Jepang
Benar adanya tentang keberadaan Indonesia yang memiliki kekayaan kelautan dan perikanan yang termasuk terbesar di dunia. Buktinya adalah salah satu spesies ikan kegemaran warga Jepang yaitu ikan sidat atau unagi yang banyak hidup di perairan Indonesia.
Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen kekantong. Ambil Contoh, ikan sidat jenis Marmorata, untuk memebli satu kilogramnya saja anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000.
Namun ada juga 5 jenis lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor yang benihnya banyak di temukan di perairan, Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Sampai saat ini, benih ikan sidat ini belum bisa dilakukan pemijahan oleh manusia, karena ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam, setelah benur lahir dan menjadi benih biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai.
Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa dimana dia melakukan pemijahan lagi. "Jepang yang memiliki teknologi tinggipun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut," jelas Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang (14/3).
Alhasil untuk membudidayakan ikan sidat tersebut haruslah mendatangkan benihnya dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, Selatan Jawa terutama perairan Pelabuhan Ratu dan perairan di barat Sumatera.
Namun tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu yang memiliki palung dan muara sungai yang mengalir kelaut.
Nurdin, kepala bagian budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, keberadaan benih itu kini sudah ada yang mengkomersilkan terutama nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat yang satu kilogramnya atau sekitar 5000 benih dijual seharga Rp. 150.000 per kg. Pembelinyapun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam dan tentunya Jepang.
Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan sidat tersebut. Di Poso dan Manadi misalkan, benih ikan sidat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya maka ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.
Sementara itu pembeli benih ikan sidat itu kini sudah banyak mengincar dari berbagai negara. Sementara pembeli benih domestik hanya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon dan Indramayu. Kesulitan pembudidaya di dalam negeri kesulitan dikarenakan tidak memiliki akses langsung pasar ekspor. Sementara pasar di dalam negeri tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan sidat selain harga ikan yang mahal.
"Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang, sehingga pembudidaya ikan sidat sulit untuk ekspor kesana," kata Nurdin. Namun, salah satu caranya untuk bisa menembus pasar Jepang tersebut adalah dengan cara menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang yang sudah berbisnis ikan sidat sebelumnya.
Nurdin bilang, ikan sidat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang yakni 3-4 bulan. Sedangkan pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9000 per kg. Sedangkan pakan tambahannya adalah keong mas yang sudah dipotong-potong.
Sedangkan dalam perawatannya harus menjaga suplai oksigen, karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Sedangkan tingkat kehidupan rata-rata ika sidat tersebut mencapai 75% dari bibit yang di tebar. "Jika ingin detailnya silahkan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang, kita akan berikan informasi detailnya," undang Nurdin.
Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerjasamanya dari Jepang yakni Asama Industry Co.Ltd dengan PT. Suri Tani Pemuka yang melakukan kerjasama untuk memproduksi ikan sidat di BLU Pandu Karawang. Karena bekerjasama, ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa di ekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut.
Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sidat tersebut adalah membuka kerjasama dengan pemasok ikan sidat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan sidat untuk kebutuhan non Jepang. "Yang mengkonsumsi itu tidak hanya Jepang, di Taiwan, Korea dan China juga sangat menyukai ikan ini," jelas Made.
Butuh Proteksi Ekspor Benih
Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea teermasuk Jepang sendiri. Anehnya kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan bebih ikan sidat dari Indonesia.
Padahak kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesiesnya serta untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. "Namun pembudidaya ikan sidat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia," jelas Made.
Termasuk benih ikan sidat yang ada di Korea dan juga Vietnam diindikasikan berasal dari Indonesia. Made mengindikasikan banyak benih ikan sidat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan diluar. "Kontainer saja yang besar bisa diseludupkan, apalagi benih yang kecil ini," tutur Made.
Jika penyeludupan benih itu bisa diatasi, maka harapan produksi ikan sidat sangat diandalkan dari budidaya di dalam negeri. Jika itu dilakukan, maka akan menambah nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri termasuk menambah devisa negara. (Asnil Bambani Amri)
SUMBER: kontan.co.id
FOTO: Agromania
Benih ikan sidat yang bisa hidup di air tawar dan asin itu ternyata menjadi incaran pengusaha perikanan Jepang karena harganya yang terbilang wah dan bisa mengucurkan yen kekantong. Ambil Contoh, ikan sidat jenis Marmorata, untuk memebli satu kilogramnya saja anda harus menyediakan uang setidaknya Rp 300.000.
Namun ada juga 5 jenis lainnya yang salah satunya dijual seharga Rp 150.000 per kg, yakni jenis bicolor yang benihnya banyak di temukan di perairan, Pelabuhan Ratu Jawa Barat. Sampai saat ini, benih ikan sidat ini belum bisa dilakukan pemijahan oleh manusia, karena ikan ini mensyaratkan pemijahan dilakukan di perairan laut dalam, setelah benur lahir dan menjadi benih biasanya anakan sidat akan berenang ke muara sungai.
Di muara sungai itulah ikan itu besar sampai kemudian datang masa dimana dia melakukan pemijahan lagi. "Jepang yang memiliki teknologi tinggipun sampai sekarang belum bisa melakukan pemijahan tersebut," jelas Made Suita, Kepala Balai Pelayanan Usaha (BLU) Tambak Pandu, Karawang (14/3).
Alhasil untuk membudidayakan ikan sidat tersebut haruslah mendatangkan benihnya dari alam. Beberapa daerah yang sudah memiliki sebaran tersebut adalah perairan Poso, Manado, Selatan Jawa terutama perairan Pelabuhan Ratu dan perairan di barat Sumatera.
Namun tidak semua daerah itu benihnya bisa dimanfaatkan karena banyak nelayan yang belum mengerti cara untuk menangkapnya. Made menyebutkan, nelayan yang sudah memiliki kemampuan untuk menangkap benih sidat itu baru nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu yang memiliki palung dan muara sungai yang mengalir kelaut.
Nurdin, kepala bagian budidaya di BLU Pandu Karawang bilang, keberadaan benih itu kini sudah ada yang mengkomersilkan terutama nelayan yang ada di Pelabuhan Ratu. Mereka sudah mengetahui potensi pasar benih ikan sidat yang satu kilogramnya atau sekitar 5000 benih dijual seharga Rp. 150.000 per kg. Pembelinyapun kebanyakan datang dari Taiwan, Korea, China, Vietnam dan tentunya Jepang.
Namun sebagian masyarakat Indonesia belum mengerti keberadaan bibit ikan sidat tersebut. Di Poso dan Manadi misalkan, benih ikan sidat tersebut bahkan dijadikan ikan yang digoreng dengan rempeyek. Menurut Nurdin, ketika warga tidak mengetahuinya maka ikan sidat itu menjadi ikan biasa seperti teri.
Sementara itu pembeli benih ikan sidat itu kini sudah banyak mengincar dari berbagai negara. Sementara pembeli benih domestik hanya untuk kebutuhan budidaya yang ada di Karawang, Cirebon dan Indramayu. Kesulitan pembudidaya di dalam negeri kesulitan dikarenakan tidak memiliki akses langsung pasar ekspor. Sementara pasar di dalam negeri tidak bisa berharap banyak karena konsumen domestik tidak menyukai ikan sidat selain harga ikan yang mahal.
"Untuk membudidayakannya juga ada persyaratan jika ingin ekspor ke Jepang, sehingga pembudidaya ikan sidat sulit untuk ekspor kesana," kata Nurdin. Namun, salah satu caranya untuk bisa menembus pasar Jepang tersebut adalah dengan cara menjalin kerjasama dengan perusahaan Jepang yang sudah berbisnis ikan sidat sebelumnya.
Nurdin bilang, ikan sidat cukup mahal karena proses perawatannya yang membutuhkan waktu lebih panjang yakni 3-4 bulan. Sedangkan pakan utamanya adalah pelet dengan protein tinggi yang dijual seharga Rp 9000 per kg. Sedangkan pakan tambahannya adalah keong mas yang sudah dipotong-potong.
Sedangkan dalam perawatannya harus menjaga suplai oksigen, karena ikan sidat membutuhkan air dengan tingkat larutan oksigen tinggi. Sedangkan tingkat kehidupan rata-rata ika sidat tersebut mencapai 75% dari bibit yang di tebar. "Jika ingin detailnya silahkan datang ke BLU Tambak Pandu Karawang, kita akan berikan informasi detailnya," undang Nurdin.
Saat ini di BLU Pandu Karawang terdapat mitra kerjasamanya dari Jepang yakni Asama Industry Co.Ltd dengan PT. Suri Tani Pemuka yang melakukan kerjasama untuk memproduksi ikan sidat di BLU Pandu Karawang. Karena bekerjasama, ikan sidat yang sudah diproduksi tersebut bisa di ekspor langsung ke Jepang karena sudah ada yang menampung. Sayang Made tidak mau menyebutkan angka ekspor dari perusahaan mitranya tersebut.
Saat ini yang dibutuhkan oleh pembudidaya ikan sidat tersebut adalah membuka kerjasama dengan pemasok ikan sidat yang ada di pasar dunia. Menurut Made, pasar yang sangat menarik dan belum banyak disentuh adalah pasar ikan sidat untuk kebutuhan non Jepang. "Yang mengkonsumsi itu tidak hanya Jepang, di Taiwan, Korea dan China juga sangat menyukai ikan ini," jelas Made.
Butuh Proteksi Ekspor Benih
Masalah yang dihadapi oleh pembudidaya ikan sidat ini adalah masalah daya saing yang ketat dengan negara produsen lainnya. Negara yang sudah mengembangkan budidaya ikan sidat ini adalah Vietnam dan Korea teermasuk Jepang sendiri. Anehnya kata Made, budidaya di dua negara tersebut mendapatkan bebih ikan sidat dari Indonesia.
Padahak kata Made, Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah memproteksi ekspor benih ikan sidat dengan alasan guna melindungi spesiesnya serta untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. "Namun pembudidaya ikan sidat di Jepang itu sendiri ternyata adalah orang Indonesia," jelas Made.
Termasuk benih ikan sidat yang ada di Korea dan juga Vietnam diindikasikan berasal dari Indonesia. Made mengindikasikan banyak benih ikan sidat dari Indonesia berseliweran keluar negeri dan dibudidayakan diluar. "Kontainer saja yang besar bisa diseludupkan, apalagi benih yang kecil ini," tutur Made.
Jika penyeludupan benih itu bisa diatasi, maka harapan produksi ikan sidat sangat diandalkan dari budidaya di dalam negeri. Jika itu dilakukan, maka akan menambah nilai tambah bagi pembudidaya di dalam negeri termasuk menambah devisa negara. (Asnil Bambani Amri)
SUMBER: kontan.co.id
FOTO: Agromania