Budidaya Bengkuang
Obyek wisata Bogor
bukan hanya Kebun Raya, dan Museum Zoologi. Talas, bengkuang, dan pisang,
terutama pisang tanduk, juga melengkapi oleh-oleh wisata khas Bogor. Tiga komoditas itu, lalu dianggap
sebagai komoditas pertanian khas Bogor.
Talas dan pisang tanduk memang benar asli Indonesia, tetapi bengkuang adalah
umbi dari kepulauan Karibia, dan Amerika Tengah. Nama Inggris bengkuang jícama, atau Spanyol heekahmah, berasal dari
bahasa Nahuatl (bahasa Aztex), xicamatl, dan hee-kah-mahtl). Sesuai asalnya,
bengkuang juga disebut Mexican Potato, dan Mexican Turnip.
Bengkuang dipanen umbinya. Curah hujan di sekitar Bogor cukup tinggi,
hingga umbi bengkuang di kawasan ini banyak mengandung air. Beda dengan umbi
bengkuang dari Amerika Tengah, mengandung karbohidrat (pati) tinggi. Di
negara-negara Amerika Tengah, bengkuang dibudidayakan untuk diambil patinya.
Pati bengkuang sangat cocok untuk bubur dan kue makanan bayi, karena
kelembutannya. Umbi bengkuang yang akan dipanen untuk diambil patinya, harus
dipelihara paling tidak selama dua tahun. Hingga umbi itu sudah berserat, dan
tidak bisa dikonsumsi segar.
Umbi yang akan dikonsumsi segar, harus dipanen pada tahun
pertama, sejak penanaman. Budidaya bengkuang di sekitar Bogor dilakukan sepanjang tahun. Sebab curah
hujan di kawasan ini merata sepanjang tahun. Hingga setiap saat, para wisatawan
bisa menjumpai bengkuang dijajakan di kios di sepanjang jalur jalan raya ke
Puncak, atau ke Sukabumi. Di kawasan yang musim hujannya terkonsentrasi selama lima, atau bahkan tiga
bulan (NTT), bengkuang ditanam pada awal musim penghujan, dan dipanen pada
musim kemarau ketika tanamannya sudah mati.
Bengkuang dibudidayakan dari benih biji. Petani biasanya
menyisakan satu dua tanaman yang dibiarkan berbunga dan berbuah berupa polong,
untuk digunakan sebagai benih pada musim tanam berikutnya. Tanaman lainnya
sengaja dipangkas (dibuang) bunganya, agar tidak menghasilkan polong. Sebab
bengkuang baru akan menghasilkan umbi, kalau semua bunga dibuang. Kalau bunga
dibiarkan tumbuh menjadi polong, bengkuang tidak akan menghasilkan umbi. Polong
bengkuang mirip dengan buncis, dengan bulu halus pada kulitnya.
Panjang polong bengkuang sekitar 10 cm, dengan biji sebesar
biji buncis. Polong dan biji berwarna hijau ketika muda. Setelah tua, kulit
polong berwarna abu-abu kehitaman, dan biji menjadi coklat. Biji inilah yang
dipanen petani untuk benih. Apabila tidak segera ditanam, polong akan dibiarkan
tetap utuh, tidak dikupas, dan disimpan di tempat yang kering. Biasanya petani
menyimpan polong bermacam tanaman pada para-para di atas tungku dapur. Biji
yang sudah terlanjur dikeluarkan dari polong, dan tidak akan segera ditanam,
harus disimpan dalam wadah kaleng atau botol beling yang tertutup rapat.
Bengkuang menghendaki lahan yang gembur, terutama tanah
vulkanis dengan bahan organik yang kaya. Meskipun daya adaptasi bengkuang
terhadap bermacam jenis tanaman juga cukup tinggi. Agar pertumbuhan umbi bisa
optimal, bengkuang menghendaki sinar matahari penuh sepanjang hari. Tanaman ini
akan tumbuh baik pada lahan dengan ketinggian antara 200 sd. 800 m. dpl. Para petani biasanya mengolah lahan untuk ditanami
bengkuang, dengan cangkul, kemudian dibuat guludan. Pada guludan itu dibuat
lubang tanam menggunakan tugal. Ke dalam lubang tanam itulah dimasukkan
satu biji bengkuang sebagai benih.
Bengkuang merupakan tanaman memanjat, dengan cara membelit.
Di habitat aslinya, bengkuang memanjat tanaman lain, untuk mengejar sinar
matahari. Di areal penanaman, petani bisa memberinya ajir, sebagai tiang
panjatan. Para petani di sekitar Bogor,
jarang memberi ajir untuk bengkuang. Hingga tanaman menjalar memenuhi guludan,
seperti halnya tanaman ubi jalar. Alasan petani tidak diberi ajir, adalah agar
mudah membuang kuncup bakal bunga. Pembuangan dilakukan dengan memetik malai
bunga satu per satu menggunakan tangan.
Bengkuang dipanen pada umur antara 8 sd. 10 bulan. Panen
dilakukan dengan membabat seluruh tanaman. Sulur batang dan daun bengkuang,
biasanya ditaruh di antara dua guludan. Pada waktu membongkar guludan untuk
mengambil umbi bengkuang, sulur dan daun yang baru saja dibabat, sekalian
ditimbun. Pembongkaran guludan dilakukan dengan hati-hati, agar mata cangkul
tidak melukai umbi. Bengkuang hasil
panen diikat, dengan menyatukan pangkal batang yang masih melekat pada umbi,
menggunakan tali bambu.
Meskipun bisa dibudidayakan sepanjang tahun, para petani di
sekitar Bogor,
hanya mau menanam bengkuang, agar panennya pas bertepatan dengan musim kemarau.
Sebab pada musim penghujan, minat masyarakat untuk membeli bengkuang agak
menurun. Selain dimakan segar, bengkuang paling disukai sebagai bahan rujak,
bersama buah-buahan, dan ubi jalar merah. Dewasa ini bengkuang juga sering
dijadikan bahan kosmetik, terutama untuk menghaluskan dan menyehatkan kulit
wajah. Bengkuang bahan kosmetik, dipilih yang benar-benar sudah tua.
Terakhir, bengkuang juga dijadikan pengisi lumpia. Sebab
produsen lumpia, sering kesulitan mendapatkan pasokan rebung segar secara
kontinu. Rebung yang sudah layu berasa masam, dan beraroma pesing. Maka para
pengusaha lumpia pun secara kreatif beralih ke bengkuang yang lebih mudah
diperoleh. Sebenarnya, selain dipanen umbinya, bengkuang juga bisa dipanen
bijinya sebagai bahan baku
pestisida. Sebab dalam biji bengkuang, terkandung rotenon dalam volume yang
cukup besar, sebagai bahan pestisida organik.
SUMBER KLIPPING: Foragri
SUMBER FOTO: faridaintheair.wordpress