DOC Dan DOD Hasil Mesin Tetas Sederhana
DOC (Day Old Chick) adalah anak ayam umur sehari. Baik ayam
kampung maupun ayam negeri (ayam ras pedaging=broiler dan ayam ras
petelur=layer). Sementara DOD (Day Old Duck) adalah anak itik umur sehari. Baik
itik pedaging (itik peking) maupun itik petelur (itik alabio, tegal, mojosari
dan lain-lain). Produksi DOD itik petelur, juga akan menghasilkan itik jantan
yang akan digemukkan menjadi itik pedaging. Baik DOC maupun DOD, merupakan
komoditas penting dalam agroindustri daging dan telur. Karenanya, agroindustri
DOC dan DOD menggunakan mesin tetas juga berkembang cukup pesat di Indonesia.
Ada
beberapa mesin tetas yang bisa dipergunakan untuk memproduksi DOC dan DOD.
Pertama mesin tetas sederhana. Ujudnya hanyalah kotak segi empat dari kayu atau
triplek. Di dalamnya ada sekat horisontal untuk menaruh rak telur berupa
bingkai kayu dengan kawat kasa. Di bawah rak telur ini ada nampan untuk tempat
air. Pemanas mesin tetas sederhana bisa berupa lampu minyak, lampu pijar
(bohlam) atau kawat nikelin. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan lampu minyak adalah, bisa digunakan apabila lokasi tersebut belum ada
aliran listrik.
Lampu pijar dan kawat nikelin lebih praktis digunakan, namun
apabila aliran listrik sering mati akan merepotkan. Kecuali ada cadangan
generator. Padahal apabila mesin tetas mati dalam jangka waktu semalam lebih,
maka telur tetas akan mengalami kerusakan. Kelebihan lampu minyak adalah, tidak
akan terganggu oleh putusnya aliran listrik PLN. Kelebihan lampu pijar adalah,
putusnya (matinya) selalu bergantian satu per satu, akan langsung kelihatan dan
dengan mudah segera bisa diganti satu persatu. Namun biaya lampu pijar lebih
boros dibanding kawat nikelin.
Kawat nikelin lebih hemat karena bisa bertanan
bertahun-tahun dan tidak perlu ganti-ganti bohlam. Arus listriknya juga lebih
hemat. Kelemahannya pada waktu memasukkan dan mengeluarkan serta membalik-balik
telur, kita harus hati-hati karena kalau menyentuh kawat nikelin akan terkena
aliran listrik. Kalau kawat nikelin rusak juga harus dibongkar total dan
diganti. Harga kawat nikelin juga cukup mahal. Namun untuk perhitungan jangka
panjang, mesin tetas sederhana dengan kawat nikelin jauh lebih hemat dibanding
dengan lampu minyak dan bohlam.
Peralatan paling penting pada mesin tetas adalah thermostat.
Thermostat paling sederhana berupa spiral tembaga yang akan memuai atau
menyusut sesuai dengan tingkat suhu di sekitarnya. Pemuaian dan penyusutan ini
akan membuka atau menutup lubang ventilasi mesin tetas dengan sumber panas
lampu minyak. Pada mesin tetas dengan sumber panas energi listrik, pemuaian dan
penyusutan spiral tembaga ini akan memutus aliran listrik. Karena suhu tubuh
induk ayam/itik yang mengeram 38° C, maka thermostat harus disetel agar pada
suhu lebih dari 38° C, ventilasi akan membuka atau aliran listrik putus. Karena ventilasi membuka dan aliran listrik
putus, suhu dalam box mesin tetas akan menurun. Karena suhu turun, spiral
tembaga kembali menyusut hingga ventilasi menutup dan aliran listrik tersambung
lagi.
Thermostat akan menjaga agar suhu mesin tetas tetap stabil
pada 38° C. Thermostat sederhana ini harganya hanya sekitar Rp 150.000,- per
unit. Meskipun akurasi thermostat ini tidak terlalu baik, namun mesin-mesin
tetas sederhana yang menggunakannya bisa berproduksi dengan baik. Sebab pada
akhirnya, operator mesin tetas itulah yang akan sangat menentukan berhasil atau
tidaknya penetasan. Bukan paralatannya. Mesin-mesin tetas yang sedikit lebih
canggih, akan menggunakan thermostat modern buatan RRC, Taiwan, Jepang
maupun Jerman. Harga eks RRC, Taiwan dan Jepang sekitar Rp 250.000,- per unit,
sementara yang dari Jerman Rp 300.000,- Karena selisih harganya tidak terlalu
besar, padahal akurasi dan keawetannya lebih baik, maka banyak produsen DOC
maupun DOD yang lebih memilih thermostat buatan Jerman.
Kapasitas mesin tetas sederhana ukuran terkecil adalah 50
butir telur itik atau 60 butir telur ayam kampung. Bentuknya kubus dengan
panjang, lebar dan tinggi 40 cm. Biasanya mesin tetas ukuran ini menggunakan
thermostat spiral tembaga. Mesin tetas kapasitas lebih besar, berukuran 80 X 80
X 60 cm. Kapasitasnya 100 butir telur itik atau 120 telur ayam kampung.
Thermostat yang digunakan sudah yang modern eks impor. Kapasitas yang paling
besar ukuran 100 X 100 X 70 cm. Kapasitasnya 150 butir telur itik atau 180
butir telur ayam kampung. Kapasitas ini sulit untuk diperbesar, sebab proses
pembalikan telur secara manual akan susah. Tangan operator akan sulit untuk
menjangkau telur yang berada paling ujung.
Mesin tetas sederhana hanya bisa dibuat satu tingkat (satu
rak telur). Apabila akan dibuat susun, misalnya susun dua, tiga atau empat,
harus menggunakan blower untuk menciptakan sirkulasi udara panas secara merata
dalam masing-masing tingkat. Mesin tetas sederhana secara teknis sulit untuk
menciptakan sistem sirkulasi udara demikian. Karenanya, mesin tetas modern
sudah merupakan perangkat built up yang lengkap dengan heater berikut
thermostatnya, blower, perangkat pelembap, pebalik telur dan lain-lain. Semua
perangkat tersebut bekerja secara otomatis dengan sistem komputer. Satu unit
mesin demikian, bisa berkapasitas sampai ratusan ribu butir satu angkatan.
Mesin inilah yang digunakan oleh breeder produsen DOC ayam pedaging maupun
petelur.
Ruang mesin tetas sederhana terbagi menjadi tiga bagian.
Bagian bawah adalah tempat nampan berisi air guna menjaga kelembapan ruangan.
Di tengah terdapat rak telur dengan alas kawat kasa kasar. Bagian atasnya
berupa pemanas dari bohlam atau kawat nikelin. Di atas inilah biasanya
ditempatkan thermostat. Untuk mengontrol suhu, di atas telur ditaruh
thermometer biasa (C dan F). Pintu mesin tetas diberi kaca bening untuk
memungkinkan operator melihat thermometer tanpa harus membuka pintu mesin.
Pembukaan pintu hanya dilakukan ketika dilakukan pembalikan telur pada pagi dan
sore hari, atau pada waktu pengontrolan telur dengan menggunakan lampu.
Telur yang akan ditetaskan, umurnya harus di bawah 1 minggu.
Bentuknya bulat telur sempurna (tidak terlalu bulat atau terlalu lonjong).
Kulit telur normal ketebalannya, dengan warna yang juga normal (tidak
berbintik-bintik, terlalu terang atau terlalu gelap). Ukuran telur juga normal.
Telur yang terlalu besar atau terlalu kecil harus diafkir. Telur tersebut harus
berasal dari induk yang sehat dan fertil (terbuahi oleh induk jantan). Rasio
ideal jantan betina pada ayam kampung adalah satu jago empat sampai enam
betina. Sementara pada itik antara satu delapan sampai dengan satu sepuluh.
Sebelum masuk mesin tetas, telur harus dilihat dengan kotak berlubang dengan
lampu di dalamnya. Cara melihat telur, posisi telur horisontal dan diletakkan
tepat pada lubang. Tanda telur yang sehat adalah bening dengan embrio di bagian
tengahnya. Telur yang infertil, tidak ada titik embrio di tengahnya. Embrio
yang mati ditandai dengan titik hitam.
Sebelum telur dimasukkan, mesin tetas harus dibersihkan
sisa-sisa kerabang telur terdahulu. Pemanas dihidupkan dengan nampan berisi air
baru. Suhu ruangan harus tetap stabil selama 1 sd. 2 jam pada angka 38° C.
Setelah itu semua beres, baru telur dimasukkan. Selanjutnya suhu terus menerus
dikontrol, air di nampan juga tidak boleh habis, pembalikan dilakukan minimal
sehari dua kali. Pada hari ketiga, semua telur dikontrol menggunakan kotak
berlampu. Telur yang akan menetas ditandai dengan adanya pembuluh darah halus
yang menyebar dari embrio. Telur yang mati ada titik hitamnya pada bekas
embrio. Selanjutnya, hanya telur yang hidup yang dimasukkan lagi ke dalam mesin
tetas. Kontrol berikutnya dilakukan pada hari ke delapan. Selanjutnya bagian
dalam telur sudah menjadi gelap hingga tidak bisa dilampu lagi.
Pada periode ini, telur yang mati ditandai dengan kulit yang
dingin dan "koplak" (kalau diguncang terasa kelapa tua). Masa
pengeraman telur ayam adalah 21 hari sejak telur dimasukkan mesin. Telur itik
memerlukan 28 hari. Harga telur itik konsumsi saat ini Rp 900,- per butir di
tingkat konsumen. Harga telur itik tetas, bisa mencapai Rp 1.000,- per butir.
Dengan catatan si penetas membeli langsung ke peternak seharga Rp 600,- per
butir. Angka Rp 1.000,- per butir diperoleh dengan asumsi hanya 60% dari telur
tersebut yang layak untuk ditetaskan. Dari 100 butir telur yang ditetaskan,
hanya 80% (80 butir) yang akan menetas. Dari 80 ekor DOD tersebut, 40 ekor
betina dan 40 ekor jantan. Nilai DOD betina Rp 3.500,- per ekor. Sementara
jantannya hanya Rp 1.250,- Hingga pendapatan kotor penetas adalah Rp 190.000,-
bruto.
Modal untuk membeli 167 butir telur agar bisa diperoleh 100
butir layak tetas adalah Rp 600,- X 167 = Rp 100.200,- Investasi mesin tetas Rp
400.000,- disusutkan 5 tahun @ tahun Rp 80.000,- Dengan asumsi dalam setahun
mampu menetaskan 10 periode, maka penyusutan per periode tetas adalah Rp
8.000,- Total modal kerja meliputi tarif
listrik, bohlam dan lain-lain di luar tenaga kerja, Rp 30.000,-. Sebanyak 67
butir telur yang tidak masuk mesin tetas, dijual debagai telur konsumsi dengan
harga Rp 700,- per butir hingga masih
ada tambahan pendapatan Rp 46.900,- Total pendapatan dari DOD dan telur afkir
adalah Rp 236.900,- Berarti masih ada marjin kotor per periode penetasan 100
butir telur itik sebesar Rp 106.300,-
Kalau seorang penetas ingin memperoleh pendapatan kotor (upah + sewa ruangan)
sebesar 1.000.000,- per bulan, maka ia harus mampu menetaskan telur itik 1.000
butir per periode, dengan minimal 10 unit mesin tetas yang dioperasikan. (R) *
* *
SUMBER KLIPPING: Foragri