Budidaya Sapi Bali
Tulang sapi bali
terbilang kecil ketimbang sapi jenis lain, tapi memiliki persentase daging
lebih tebal. Permintaan jenis sapi inipun terus meningkat. Namun pembatasan
penjualan oleh Pemerintah Daerah Bali membuat sapi bali semakin sulit
didapatkan.
Permintaan daging
sapi yang terus naik membuat bisnis penggemukan dan pembibitan sapi sangat
menguntungkan. Apalagi jika sapi yang dibudidayakan adalah jenis sapi
unggul seperti sapi bali.
Dari tampang, sapi bali tampak lebih kecil ketimbang postur
badan sapi jenis lain, misalnya sapi peranakan ongole (PO).
Namun sapi bali memiliki rasio daging lebih banyak ketimbang sapi PO.
Keunggulan sapi bali ini diakui oleh Dayan Antoni, Manajer
PT Santosa Agrindo, salah satu perusahaan yang berkecimpung di bisnis daging
sapi. Ia mengatakan, pada dasarnya, sapi bali tidak kalah dengan sapi brahman
dan sapi limosin. Menurutnya, sapi bali cocok sebagai bahan baku usaha penggemukan sapi.
Hal senada diungkapkan oleh peternak sapi bali, I Gede
Gunawan Tika. Dia mengatakan bahwa permintaan jenis sapi yang berasal dari Bali ini terus meningkat setiap tahun. Dengan bobot badan hingga mencapai 500 kilogram
(kg) per ekor, permintaan sapi bali meningkat 50% saat menjelang Ramadan.
Seperti juga sapi
lokal lain, daging sapi bali dijual dalam keadaan segar karena biasanya setelah
disembelih langsung dijual ke pasar. Menurut Gede, ini berbeda dengan daging
sapi impor yang datang dalam keadaan beku.
Itulah sebabnya,
Gede yang telah menekuni bisnis turun-temurun ini mampu menjual 700 ekor sapi
berbobot minimal 350 kg per ekor dalam sebulan.
Sebanyak 700 ekor
sapi hidup itu biasanya dikirim ke Pulau Jawa dan Kalimantan. Dari jumlah itu,
tiap bulan dia mengirimkan 400 ekor sapi ke Pulau Jawa, sedangkan 300 ekor sapi
dikirim ke Kalimantan.
Dari penjualan
sapi-sapi tersebut, Gede mengaku bisa mengantongi omzet Rp 5,34 miliar sebulan.
"Untuk satu ekor sapi kita jual dengan harga Rp 21.800 per kilogram,"
katanya.
Sebenarnya, Gede
sanggup menjual sapi lebih banyak. Namun saat ini Pemerintah Daerah Bali
membatasi jumlah pengiriman yang boleh keluar Pulau Dewata. Pembatasan
pengiriman sapi ini mengurangi potensi keuntungan bagi Gede. "Pemerintah
Bali menetapkan jumlah sapi yang boleh diperdagangkan dalam satu tahun sekitar
64.573 ekor," terangnya.
Akibat pembatasan
tersebut, para pedagang sapi bali pun sulit menaikkan omzet penjualan sapi
antarpulau. Gede pun berharap Pemda Bali meninjau kembali ketentuan pembatasan
perdagangan sapi bali.
Pembatasan jumlah
sapi yang boleh dijual oleh Pemda Bali juga membuat Syaiful, penjual dan
peternak sapi asal Banyuwangi, Jawa Timur kesulitan mendapatkan pasokan sapi
bali. "Pasar untuk sapi bali ini terbuka lebar, namun persediaannya sangat
terbatas," ujarnya.
Syaiful mengklaim
dalam seminggu harus menyediakan minimal 50 ekor sapi sapi bali untuk memenuhi
berbagai pesanan yang datang. Dia membanderol harga sapi bali Rp 25.000
per kg bobot hidup. Walhasil, dia melepas satu ekor sapi bali dengan bobot 500
kg di harga Rp 12,5 juta.
Untuk memenuhi pasokan sapi bali, ia harus menjelajahi Pulau
Bali. Persoalannya, tidak seluruh masyarakat Bali
membudidayakan sapi. Hanya masyarakat Bali Barat yang hampir rata-rata
memelihara sapi. Itu pun jumlahnya tak mencukupi pesanan. Jalaran itu, Syaiful
harus berpindah-pindah ke berbagai wilayah di Bali
demi memburu sapi.
Ketimbang sapi limosin dari Australia
atau sapi brahman dari India,
sapi bali lebih mudah diternakkan. Sayang, peternak di luar Pulau Bali kesulitan mendapat induk sapi bali berkualitas
lantaran ada larangan mengirim induk sapi bali oleh Pemda Bali.
Beternak sapi bali memiliki keunggulan, ketimbang jenis sapi
lain seperti sapi brahman (India)
atau limosin (Australia).
Sapi bali lebih akrab dengan iklim
tropis di negeri ini.
Dayan Antoni,
Manajer PT Santosa Agrindo, salah satu perusahaan yang berbisnis daging sapi,
mengatakan, penggemukan sapi bali di Indonesia tidak bergantung musim dan cocok
di semua tempat. "Sapi bali bisa hidup di dataran tinggi, maupun
dataran rendah. Bahkan di pinggir pantai sekalipun," kata Dayan.
Sapi bali juga unggul dalam produktivitas. Masa kehamilan
sapi bali satu tahun. Adapun sapi
impor harus menyesuaikan diri terlebih dulu sebelum berkembang biak. Masa
kehamilan sapi brahman hingga beranak memakan waktu 1 tahun 2 bulan.
Sayangnya, dengan
berbagai keunggulan itu, budi daya sapi bali sulit dilakukan di luar Bali.
Hingga kini, "Pemerintah Daerah Bali masih melarang pengiriman induk sapi
bali ke luar daerah," ujar I Gede Gunawan Tika, peternak sapi bali di
Pulau Dewata.
Itu pula yang menyebabkan bisnis sapi Syaiful tersendat. Meski banyak permintaan, peternak dan
pedagang sapi asal Banyuwangi, Jawa Timur ini tak bisa menyediakan induk sapi.
"Jika ada pengiriman, itu sapi betina yang tak lagi produktif,"
ujarnya.
Pembatasan jumlah
sapi yang boleh dikirim dari luar Bali juga menyebabkan Syaiful harus datang ke
Bali untuk memperoleh pasokan. Meski paham dengan tujuan Pemda Bali yang
ingin melestarikan sapi bali, Syaiful menyayangkan keputusan itu. Toh, banyak
peternak sapi yang sejatinya bisa mengembangkan sapi bali di lain daerah bila
memiliki induk berkualitas.
Memiliki struktur tulang kecil dan daging yang tebal, Dayan
melihat kualitas sapi bali saat ini mulai menurun. Misalnya, bobot sapi semakin
susut dan sulit mendapatkan bobot optimal saat digemukkan. Ia menduga,
penurunan kualitas bakalan sapi bali ini merupakan imbas penurunan kualitas
induk sapi bali.
Dia membandingkan, 15 tahun lalu masih bisa menjumpai sapi
bali berbobot 500 kilogram (kg). "Sekarang susah ketemunya," ujarnya.
Ia menduga penurunan kualitas lantaran sering terjadi perkawinan sapi dalam
satu keluarga.
Dayan berharap, Pemda Bali memperhatikan kualitas induk
sapi. Induk berkualitas wahid tentu akan menghasilkan bibit-bibit sapi
unggulan. "Kalau perlu, harus ada pengembangan genetik bila
dibutuhkan," ujarnya.
Jika kondisi ini dibiarkan, impor sapi akan merajalela.
Sayang, bila pasar yang besar ini lantas disesaki oleh sapi dan daging impor.
Padahal, dengan budidaya yang baik, para peternak sapi yakin
mampu menghasilkan sapi gemuk dengan kualitas yang sebanding dengan sapi impor.
Gede yang kini berusia 31 tahun ini bercerita, selain tahan
terhadap cuaca, budidaya sapi bali juga gampang saja. Sapi bali membutuhkan
makanan berupa rumput dan dedak dalam jumlah yang cukup. Untuk meningkatkan
bobot sapi, peternak biasanya menambah asupan nutrisi dan juga vitamin.
SUMBER KLIPPING: Kontan
FOTO: ramayamakmur.wordpress.com