Si Nanas Mini Nan Manis
Seorang pria
berpakaian necis berjalan mendekati anjungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada
acara Indonesia Tropical Fruit Festival di awal Desember. Tangannya terulur
waktu penjaga stan menyodorkan sepotong nanas. Usai mencicipi, tak banyak
berkomentar pria perlente yang ternyata pemilik hotel Sahid Raya Bali tempat
pameran diselenggarakan itu langsung meminta pasokan.
Bukan tanpa
alasan bila empunya hotel berpemandangan ke arah Pantai Kuta itu mengambil
keputusan kilat. Nanas itu istimewa. Ukuran buah memang terbilang mini
dibanding jenis subang atau palembang. Bobotnya rata-rata 250 - 350 g, paling
besar 400 g per buah. Nanas subang mencapai 2 - 3 kg per buah. Namun rasanya,
ehm... manis sekali.
Saking tingginya
kadar gula, air nanas lengket di tangan. Kami yang mencicipi sebuah ketagihan
untuk menikmati lagi. Pun pengunjung pameran yang datang silih berganti. Nama
madu yang disematkan pada Ananas comosus dari Kecamatan Masbagik, Kabupaten
Lombok Timur, itu pantas disandang.
Bukan cuma rasa
yang membuat si madu istimewa. Penampilannya pun menaik
Buah berbentuk
silindris, kompak dari pangkal ke ujung buah. Kulit berwarna kuning keoranyean
cerah dihiasi mahkota hijau nan segar. Mata di sekujur kulit berbaris rapi dan
ke dalam. Dengan ukuran seragam dan warna mencolok ia jadi pusat perhatian di
anjungan NTB.
Saat dibelah
terlihat daging buah nan kuning terang. Kadar air sedang sehingga, meski sudah
dibuka cukup lama, nanas tidak "banjir". Aroma harum menggiurkan
tercium kuat.
Haji dari Malang
Sosok mini dan
nama madu mengingatkan pada nanas yang kami temukan di Blitar. Pantas saja
keduanya serupa karena ternyata, "Nanas ini memang asal Blitar,"
tutur Halil, staf Subdin Perbenihan dan Peningkatan Produksi, Dinas Pertanian
Provinsi NTB.
Adalah H Mustajab
yang pertama kali memboyong dari Kota Koi pada awal 1980-an. Mula-mula ia
sekadar menanam untuk iseng-iseng. Ternyata nanas tumbuh bagus dan kualitas
tidak berubah. Insting bisnis mantan pedagang buah itu berjalan. Si madu pun
ditanam secara komersial.
Dengan cepat
nanas mini itu jadi primadona mengalahkan jenis lokal yang rasanya asam manis.
Pekebun di sekitar kediaman Mustajab pun berbondong-bondong menanam. Apalagi
pemasaran si madu nyaris tanpa kendala, mereka tinggal menyetor pada pria asal
Malang, Jawa Timur, itu. Harga jual pun jauh lebih memikat. Jenis lokal inilah
yang dipakai sebagai bahan baku buah kering untuk hiasan.
Keripik
Meski tak
memiliki data kuantitatif, Halil menduga luas penanaman nanas madu saat ini
mencapai ratusan hektar. Ia
ditanam di tegalan secara monokultur dan tumpangsari dengan kelapa. Penanaman
terkonsentrasi di Masbagik; nanas lokal tersebar di seluruh NTB. "Penduduk
di Masbagik cepat mengadopsi temuan- temuan baru. Lagipula faktor lahan dan
agroklimatnya cocok," lanjut Halil.
Dengan penanaman
seluas itu, setiap minggu minimal 2 truk nanas madu dikirim dari UD Lusy menuju
Jawa dan Bali. Usaha dagang itu milik Hj Yayuk - putri H Mustajab yang melanjutkan usaha
setelah sang ayah wafat. Selain dari kebun sendiri, pasokan diperoleh dari
pekebun lain. Pasokan tak pernah putus sepanjang tahun lantaran setiap hari
selalu ada pekebun yang menanam dan panen.
Tak melulu dijual
segar, nanas madu diolah menjadi keripik. Buah dikupas, lantas tulang di bagian
tengah dibuang. Setelah dipotong tipis, nanas dikeringkan dalam vacuum fryer.
Rasa keripik tak kalah enak dengan buah segar: manis sedikit asam. Yang ini
cocok buat oleh- oleh ke tempat jauh.