Si Bongsor Tiktok, Alternatif Pedaging Unggul
Peternak itik pedaging boleh tersenyum lega. Sekarang ada
tiktok yang tumbuh bongsor, dalam 2 bulan berbobot 2 kg. Itik lokal hanya 0,9 -
1 kg. la alternatif pedaging unggul lantaran daging empuk, tekstur halus, dan
gurih. Kandungan lemak di dada hanya 1,0% dan paha 1,5%. Itu lebih rendah
ketimbang ayam broiler yang 6,8%.
Tiktok hasil silangan antara itik betina jenis alabio dan
pejantan entok asal Taiwan.
Menurut drh Linus, penyilang dan sekaligus peternak di Sawangan, Depok, tiktok
cenderung mewarisi sifat entok yang bersosok besar dan berdaging tebal. Telur
banyak diwarisi itik alabio, tapi tak bisa ditetaskan alias infertil.
"Tiktok berbeda dengan srati yang kita kenal selama
ini," kata Linus. Srati biasa disebut tongki, brati, blegong, longak, atau
mandalungan. Tetuanya sama, tapi srati hasil kawin silang itik jantan dan entok
betina. Makanya sosok mirip itik, cuma agak gemuk dan leher pendek. Srati bisa
ditemukan di mana-mana karena secara alami itik jantan sering mengawini entok.
Kawin suntik
Menurut Linus, entok bisa dikawinkan dengan itik karena
kebetulan jumlah kromosom sama, 80 buah. Sayangnya, tingkat fertilitas rendah
sekalipun dengan kawin suntik. Dari 100 telur paling 30- 40% yang dibuahi.
"Saya kawinsilangkan secara insemenasi buatan. Kalau tidak, kasihan itik
menahan bobot entok," ujar mantan kepala Kebun Binatang Ragunan itu.
Sebetulnya untuk membuat tiktok bisa digunakan entok lokal
dan itik jenis magelang, tegai, atau mojosari. Hanya saja entok taiwan bersosok
lebih besar, bobot dewasa mencapai 5-6 kg. Alabio, dikenal sebagai petelur
unggul. Dengan begitu peternak selain mendapat DOD (day old duck) tiktok, juga
bisa menjual telur infertil.
DOD tiktok sulit dibedakan dengan entok umumnya. Namun,
seiring bertambah besar warna bulu mengarah ke hitam meski induk jantan putih.
Badan lebih panjang. Ia tumbuh cepat, dalam waktu 2,5 bulan mencapai bobot 2,5
kg. Lewat dari umur itu pertumbuhan menurun, meski dewasa bisa mencapai 4 kg
untuk jantan. Karena permintaan pasar, tiktok cukup dipelihara hingga 2 bulan
pada saat mencapai bobot 1,8-2 kg/ekor.
"Pertumbuhan relatif seragam. Bahkan jantan dan betina
tidak ada perbedaan mencolok," kata Linus. Tiktok efisien menyerap pakan,
FCR (food convertion ratio) sekitar 3-3,2. Artinya untuk menghasilkan 1 kg
bobot daging diperlukan 3-3,2 kg pakan. Pakan dengan kadar protein rendah,
14-16% tidak masalah. Linus biasa memberikan campuran dedak 60%, jagung 15%,
bungkil kelapa 10%, dan konsentrat 10%.
Susah cabut bulu
Tiktok tahan penyakit, kematian 2- 5%. "Saya pelihara
100 hanya mati 4 ekor pada minggu pertama. Itu pun bukan karena penyakit, tapi
terjerat karung pakan," tutur Eli Sijabat, peternak di Pasarebo, Sawangan,
Depok. Meskipun begitu Eli menyarankan agar hati-hati menangani DOD hingga umur
2 minggu. Populasi jangan terlalu padat, idealnya 50-100 ekor/m2 dan kandang
tidak bersudut.
Liar, perlu lingkungan tenang
"Perawatan tiktok mudah. Ia dipelihara sistem kering di
kandang ren. Atau lebih baik di atas kolam supaya kotoran menjadi santapan
ikan," kata Dadi Supriyadi, peternak di Pasirputih, Sawangan. Dadi kini
tengah siap memanen 185 tiktok yang dipelihara sejak 2 bulan lalu. Menurutnya,
dibanding itik lokal keuntungan tiktok lebih menjanjikan.
Berdasarkan pengalaman Linus, kendati unggul tiktok punya
kekurangan. Itik yang persediaan DOD-nya masih terbatas itu cenderung liar.
Kala orang asing masuk kandang, itik berlari ke sana- kemari. Itik dikhawatirkan stres
sehingga mempengaruhi pertumbuhan. Makanya lingkungan budidaya tiktok harus
tenang. Selain itu bulu tiktok sulit dicabut karena tertanam lebih dalam.
PUSTAKA: http://www.agrosukses.com
DIREKTORI: http://www.agrodirektori.com
GABUNG DI MILIS: http://bit.ly/bQX5lK