Delima Jumbo Asal Kudus

Decak kagum pun terlontar dari bibir para peziarah di makam
Sunan Muria di daerah Colo, Dawe, Kudus. Beberapa kios memang menjajakan delima
jumbo sebagai buah tangan. Terlihat seorang perempuan menimbang-nimbang buah
itu di telapak tangan mencari yang lebih berbobot. Anggota famili Punicaceae
itu memang dijual satuan, bukan per kilo. Harganya tergantung ukuran.
Tak melulu dibawa pulang, ada juga yang langsung mencicipi
rasanya di sana. Oleh karena itu penjual selalu bertanya tujuan si pembeli.
"Kalau ingin dimakan segar pilih buah kuning kemerahan. Itu tanda buah
sudah masak. Kalau akan dibawa pulang warna kulit kuning semburat hijau yang
masak 2-3 hari lagi," kata Surati, salah satu pedagang di sana.
Begitu delima berdiameter 10 cm itu dibelah terlihat biji-biji
merah tersusun padat. Biji agak lunak dan kenyal tidak mengganggu kenikmatan
waktu buah dilahap. Ketika mencicipinya satu buah. Rasa asam dan sedikit manis
langsung menyergap lidah. Segar karena kandungan air banyak.
Penampilan pohon delima jumbo sama dengan delima biasa.
Tingginya mencapai 2-4 m dengan daun kecil-kecil. Bunga oranye dan berbuah
sepanjang tahun. Greg, sapaan Gregori, menduga buah menjadi besar lantaran
kondisi lingkungan mendukung pertumbuhan delima. Wilayah Colo memang subur
karena bekas letusan Gunung Muria sehingga cocok untuk tanaman buah.
Meski delima dapat beradaptasi di lokasi panas, ia tumbuh
prima bila ditanam di daerah bertemperatur dingin. Di desa yang terletak 17 km
dari Kudus di ketinggian 700 m dpi itulah yang menyebabkan ukuran menjadi lebih
besar. Rasa buah pun manis.
Namun, menurut kolektor aneka tanaman langka itu, delima
yang ditanam di dataran rendah bisa berukuran besar. Yang penting pemeliharaan
intensif. Pomegranate itu menghendaki tanah gembur, zat hara memadai, dan
becek. Selain itu, "Pemangkasan dan prunning buah juga membuat ukuran
menjadi lebih besar," kata Greg.
Hiasan
Di desa penghasil alpukat dan pamelo itu, delima sudah
merakyat. Ia ditanam di pekarangan-pekarangan penduduk. Setiap rumah rata-rata
memiliki 2-3 pohon. Sayang, hingga kini asal-usul buah itu tidak diketahui
secara pasti. "Ketika saya kecil, pohon itu sudah ada," ujar Sriyono,
salah satu warga di Japan yang tinggal di sana selama 50 tahun itu.
Dulu, pohon delima hanya dimiliki oleh orang tertentu.
Mereka menanam di pekarangan sebagai penghias rumah. Buahnya pun hanya dibuat
minuman segar seluruh anggota keluarga. Kini, beberapa warga mulai memperbanyak
delima melalui cangkok. Buah berjuluk tap tim di Thailand itu mulai banyak
menghias tanggul-tanggul di sawah.
Menjelang imlek-tahun baru Cina- delima asal Colo diburu
para pedagang dari Kudus. Mereka mengirim buah itu ke Jakarta untuk upacara
sembahyangan. "Permintaan bisa mencapai 1.000 buah/ orang," kata
Sriyono.
PUSTAKA: http://www.agrosukses.com
DIREKTORI: http://www.direktoriagrobisnis.com
GABUNG DI MILIS: http://bit.ly/bQX5lK